Namaku Alisya Anne. Umurku baru 14 tahun.
Aku tak sabar menunggu hari ini. Hari dimana aku akan melanjutkan pendidikanku
ke jenjang yang lebih tinggi. Sebenarnya aku tidak menyangka aku bisa masuk di
sekolah yang aku impikan sejak lama.
Cuaca pagi ini tidak bersahabat. Matahari
tidak menampakkan dirinya, seakan akan
lelah untuk melaksanakan rutinitasnya. Walapun cuaca pagi ini tak seperti yang
kuharapkan, aku tetap semangat untuk mengawali perjalananku hari ini.
“Wah anak ibu udah gede sekarang.” Itu
adalah kata yang keluar dari mulut ibuku saat pertama kali aku memakai seragam
putih abu-abu.
“Ini buat kamu.” Ayahku menyodorkan sebuah
HP merk terbaru kepadaku.
“Ini hadiah dari kita, karena kamu udah
masuk SMA yang kamu impikan selama ini. Jaga baik-baik ya jangan sampai
hilang.” Kata ibuku
Aku tak menyangka, orang tuaku memberikan
kejutan dengan cara seperti itu. Aku terharu atas apa yang telah diberikan oleh
kedua orang tuaku.
***
“Gimana ya hari ini?” kata-kata itu selalu
saja kupikirkan dari rumah. Aku terlalu tidak sabar berada di bangku SMA.
“SMA N 3 Yogyakarta.” Mulutku tak bisa
berucap saat aku melihat kata-kata itu di gerbang sekolah.
Aku melangkahkan kaki menuju aula.
Teman-teman seangkatanku sudah siap untuk mendengarkan pengarahan dari pihak
sekolah. Aku mengamati teman-teman seangkatanku, aku gugup, tidak percaya diri
dengan diriku sendiri. Aku lihat mereka tampak sangat pintar.
Aku
memutuskan untuk duduk di dekat pintu, alasanya sepele, soalnya gerah di dalam
ruangan.
“Hei, aku Etta. Kamu siapa?”
Aku kaget, tiba-tiba orang di sebelahku
berbicara kepadaku.
“Aku Anne dari SMP N 6 Yogyakarta. Oh ya,
ngomong-ngomong kamu dari SMA mana?”
“Aku dari SMP N 8 Yogyakarta”
Kami berdua ngobrol-ngobrol panjang lebar
selama pengarahan berlangsung. Selama berbicara keEtta aku merasa Etta adalah
orang yang asyik untuk diajak ngobrol,
sepertinya dia adalah orang yang selalu peduli dengan temannya.
“Gubrraak.”tiba-tiba terdengar suara benda
yang jatuh.
“Mungkin dia terburu-buru karena telat
mengikuti pengarahan, sampai sampai barang yang ia bawa jatuh.”Pikirku saat
melihat cowok itu. Aku terus memperhatikan cowok itu, entah kenapa aku merasa
terpukau dengan cowok tersebut, tetapi gerak-gerik cowok itu ada yang aneh, ya
misterius. Tampaknya, dia sedang menyembunyikan sesuatu, sesuatu yang sangat
fatal apabila diketahui orang lain.
“Hayoooo, ngliatin siapa?” tanya Etta.
Aku hanya bisa senyum pada Etta. Aku terlalu
malu untuk bilang ke dia tentang cowok tersebut.
***
“Wah gak nyangka kita satu kelas.” Seketika
aku mengucapkan kata itu kepada Etta saat diumumkan ruangan kelas. Terbesit di
benakku bahwa aku bisa menjadi sahabat karib Etta.
Aku dan Etta
berjalan memasuki ruangan kelas kami, kelas X-B. Kami berdua duduk bersebelahan.
Tak lama kemudian, cowok yang kulihat saat pengarahan itu memasuki kelas. “Wah!”
aku hanya dapat mengaguminya dalam hati.
***
Kebetulan tahun
ajaran kali ini adalah saat Bulan Ramadhan. Aku senang soalnya aku bisa
mengawali perjalananku di SMA ini pada bulan yang penuh dengan berkah.
“Eh
temen-temen, ayo besok Minggu kita ngabuburit bareng, trus habis itu kita buka
puasa bareng-bareng.” Ajak Etta keteman sekelas.
Dalam
hati aku juga sangat mengagumi sosok yang satu ini, orangnya cantik, banyak
bicara, supel, aktif di organisasi pula. Walaupun Etta sangat sibuk di berbagai
organisasi, tetapi dia juga dapat meraih prestasi luar biasa di bidang
akademik. Sebenarnya aku agak iri degannya, menurutku dia itu terlalu perfect di usianya yang masih muda.
“Setuju
setuju, biar kita bisa lebih kompak lagi.” Sahut Nevi.
Nevi
adalah cowok yang selama ini aku kagumi. Orangnya aktif sama seperti Etta. Aku
semakin kagum sama dia. Orangnya gigih, apabila dia mempunyai impian dia akan
mencapai impiannya itu dengan usaha yang sugguh-sungguh.
***
Kami
berkumpul di sekolah saat matahari mulai tak menampakkan dirinya lagi.
“Ayo!
Udah ngumpul semua belum, kalau udah kita berangkat sekarang aja. Nanti keburu malam.”
Ajak Iko sang ketua kelas.
Akhirnya kami pun sampai ke tempat tujuan kami.
Di sini penuh sesak akan orang-orang yang akan menunggu kumandang adzan. Rame, padat, berisik suasana yang
tergambar saat ini. Aku menolehkan kepala ke belakang, aku melihat sosok
tinggi, putih, dan macho. Yap benar, itu adalah Nevi. Tetapi aku melihat sosok
yang mencurigakan di belakangnya. “Siapa itu?” Tanyaku dalam hati.
Akhirnya,
kami memutuskan untuk beristirahat di emperan toko. Aku melihat sosok
mencurigakan itu duduk di seberang emperan toko yang kami gunakan untuk
beristirahat.
Sosok itu, menggunakan topi hitam yang di
depannya bertuliskan serigala. Tapi bukan tipe topi budar layaknya seorag
koboy. Dia menggunakan topi layaknya pemain bisbol, tapi tampak sangat
menyeramkan bagiku. Sosoknya tidak tinggi, layaknya laki-laki pada umumnya.
Sawo matang, dan berkumis tipis.
“Eh
Ta, coba liat cowok itu deh. Menurutku tingkahnya dia itu agak mencurigkan.”
Kataku.
“Yang
mana? Cowok yang duduk di seberang kita itu? Iya eh, dia itu tampangnya serem
banget.”Sahut Etta.
“Iya,
tadi aku liat dia jalan di belakangnya Nevi. Tolong tayain Nevi ada yang ilang
gak barangnya?”pintaku kepada Etta.
“Cieeeh,
khawatir nih. Oke, Nev liat tempetmu ada yang illang gak?” pinta Etta.
Dengan
teliti Nevi mengecek seluruh barang bawaannya. Tak ada satupun barang Nevi yang
hilang. HP dan dompetnya masih utuh.
Aku
lalu menengok ke arah sosok yang mencurigakan tersebut tetapi, tak kudapati
sosok tersebut. Aku menyuruh Etta untuk mengumumkan kepada teman-teman agar
membawa barang bawaan mereka.
“Eh
ayo kita mesen makan di sana! Bentar lagi adzan nih.” Ajak Etta.
Dengan
penuh semangat kami berjalan ke tempat tersebut.
“Aduuh..”
jeritku saat seorang laki-laki muda menabrakku tanpa sengaja. Aku tak
menampakkan kecurigaan apapun dengan orang yang baru saja menabrakku. Orangnya
masih muda, tinggi, dan putih. Sepertinya seumuran dengan kami.
Dengan
tidak sabar kami memasuki rumah makan tersebut.
Adzan
telah berkumandang, ahkirnya aku dapat melepas dahaga setelah seharian menahan
hawa nafsu dalam tubuhku.
“Ayo-ayo
sholat dulu di mushola!” ajak Iko.
Aku
meraba-raba tas kecil yang kubawa, dan aku baru menyadarai HP baru pemberian
orang tuaku sudah tidak ada di dalam tas. Seketika aku terhenyak kaget. Kaki dan tangaku kaku, rasanya sulit untuk
digerakkan. Aku merasa tak bisa menjaga apa yang telah menjadi tanggung
jawabku. Aku curiga dengan orang yang menabrakku tadi, aku menduga dialah yang mencuri
HPku.
“Ne,
ngapain kamu diem aja. Ayo wudu dulu!”ajak Etta.
Aku
mengikuti ajakan Etta, aku sengaja tidak bilang-bilang kesiapa-siapa terlebih
dahulu. Aku ingin melaksanakan kewajibanku dulu agar aku dapat menenangkan
pkiranku saat ini. Setibanya di mushola, aku melihat teman-temanku lainnya,
tetapi yang mengherankan aku tak melihat sosok Nevi. Biasanya dia selalu tepat
waktu dalam beribadah, tetapi kenapa saat ini dia terlambat untuk datang ke
mushola. Aku merasa seperti saat aku melihatnya pertama kali, ya,merasa
gerak-gerik Nevi itu aneh.
“Ngapain
kamu? Kok kelihatannya murung banget.”Etta bertanya kepadaku dengan perasaan
yang khawatir.
“HPku
hilang Ta.” Kataku kepada Etta
dengan lesu.
“Kok
bisa hilang?” tanya Etta.
“Ada
apa Ne?” tanya Iko kepadaku.
“HPnya
Anne hilang tadi waktu kita masih makan.”Jawab Etta.
“Iya po Ne? Sabar ya Ne, pasti kamu dapat
mengambil hikmah dari kejadian hari ini.” Iko menasihatiku.
Hatiku
terasa lebih tenang setelah mendengar nasihat dari Iko. Namun, aku sangat berharap
Nevi yang menasihatiku, aku berharap dia mengkhawatirkanku, tetapi entah aku
tak melihatnya sejak selesai sholat tadi. Aku hanya melihatnya sekilas, dia
tampak berjalan terburu-buru menuju rumah makan.
***
Siang ini, salah satu teman
kelasku kehilangan HPnya. Kelasku tampak ramai sekali, aku dan temaku yang lain
bertanya pada Diva mengapa HPnya bisa hilang. Aku melihat sekeliling, kali ini
aku tak melihat orang yang aku kagumi, ya Nevi. Sama seperti saat aku
kehilangan HP. Aku jadi curiga kepada Nevi, apakah dia yang mencuri
barang-barag ini, tetapi aku juga tidak yakin.
“Ta, kamu lihat Nevi
gak?”tanyaku pada Etta dengan penuh rasa igin tahu.
“Gak, aku gak lihat dia dari
tadi.”jawaban Etta itu semakin memperkuat dugaanku bahwa Nevilah yang melakukan
semua ini. Aku tidak menyangka teryata orang yang aku kagumi sebagai sosok yang
sempurna, sosok yang gigih dan bertanggung jawab adalah dalang dibalik semua
ini.
Oleh : Prastiwi Ika Ramdhani (15/X1)